Bergerombolnya orang ketika
mendengar lowongan pekerjaan. Hal itu sangat menarik bagi orang yang sedang
mencari pekerjaan. Mahasiswa tingkat akhir, mahasiswa yang sudah pernah
memakai baju toga, bahkan lulusan-lulusan lainpun segera memburunya ketika ada kabar
lowongan pekerjaan.
Jarak bukanlah halangan untuk
mencoba mencari keberuntungan dengan mengikuti serangkaian seleksi. Interview,
tes psikotes dan rangkaian tes-tes lainnya. Mereka antri berjam-jam untuk
bertemu HRD, untuk mengikuti tes. Yang mereka sendiri pun tahu dari sekian ribu
pelamar hanya beberapa orang saja yang akan diterima oleh perusahaan.
Namun, mereka tak mengenal lelah,
mereka tak menenal putus asa. Hingga tetes darah penghabisan pun mereka
lakukan.
Tetapi ada satu hal yang menarik
dan ini membuat geram. Ketika orang mengantri berjam-jam, mengikuti
serangkaian tes ini dan itu. Ada beberapa orang yang hanya melakukan tes
tersebut secara formalitas saja. Atau bahkan mereka tak melakukan tes sama
sekali.
Bukan karena nilai mereka di
sekolah bagus, bukan karena IPK mereka tinggi, bukan pula karena pengalaman
pekerjaan mereka. Melainkan karena mereka mempunyai orang dalam, yang siap
membantu mereka meloloskannya.
Ah… sungguh lucunya negeri ini. Rasanya
itu semua tak adil. Tak adil bagi banyak pihak, teruatama para pelamar yang
rela mengantri berjam-jam untuk melaksanakan serangkaian tektek bengek
perekrutan. Pada akhirnya mereka akan gugur, bukan karena hasil seleksi yang
jelek. Melainkan karena ada orang yang bisa lolos begitu saja seperti keluar
masuk pasar.
Pantaslah rasanya ketika saat ini
pelayanan-pelayanan jasa, atau produk-produk yang dihasilkan tak sebaik pada
zaman dulu. Karena pekerjanya pun, bukanlah seluruhnya yang terbaik. Hanya karena
hubungan kekerabatan atau kedekatan mereka lolos. Tentunya dengan mengabaikan
keriteria pegawai perusahaan tersebut.
Sudah menjadi rahasia umum
sebenarnya fenomena mengerikan seperti itu saat ini. Bahkan sepertinya mereka
sudah tak malu menunjukan hal seperti itu. Atau mereka malah bangga
dengan melakukan seperti itu.
“Tenang saja lah saya kan punya
Om disini. Dia pasti bantu saya”
“Haha… saya bisa kerja bebas karena atasan saya, Pak De sendiri”
Apakah hal tidak professional seperti
itu akan berlanjut?
Seharusnya semua system seperti itu
harus sudah dibumihanguskan. Perekrutan karyawan harus professional, sesuai
standar pekerja yang dibutuhkan oleh perusahaan. Sehinga profesionalitas
karyawan terjaga. Dan tentunya hal itu akan menambah baik citra dari perusahaan
itu sendiri.
Rip
Tidak ada komentar:
Posting Komentar