Mah! Bolehkah Pacaran?

Memasuki masa remaja, anak-anak mulai mengenal arti “tertarik oleh lawan jenis”. Disaat-saat seperti inilah bimbingan orang tua harus lebih ditingkatkan. Bila tidak mendapat bimbingan, kadang-kadang pintu informasi tentang sebatas mana hakikat bargaul dengan teman sebaya justru didapatkan  dari sumber yang tidak tepat. Akibatnya, mereka menyimpulkan sendiri tindakan yang mereka lakukan.

Mendapatkan putri sematang wayangnya yang tengah beranjak remaja pulang ke rumah pada jam di luar kebiasaan, seorang Ibu uring-uringan. Bukannya dibiarkan istirahat dahulu, baru saja masuk pintu rumah si anak langsung didamprat dan dihujani sejumlah pertanyaan bernada interogasi, layaknya pencopet yang ketangkap basah.

Ujung-ujung bukan penyesalan yang menentramkan semua pihak, si anak malah kian merasa tertekan lalu berontak dan memilih jalan belakang. Untungnya, Lila, sebut saja namanya demikian, masih memiliki tempat curhat. Ia segera mengirimkan SMS kepada guru TK-nya yang dianggap bijaksana, mengadukan masalah yang tengah ia hadapi.

“Bu mmh trs mrh2 gara-2 Lila plng kemgrbn dintr se-1 tmn pria. Pdhl, trlmbt plng bkn krn brmain, tp mngrjkn tgs klmpk. Tlg bu jlskn kpda mmh, pda T’ U1”

(Bu, mamah terus marah-marah gara-gara Lila pulang kemagriban diantar seorang teman pria. Padahal terlambat pulang bukan karena bermain. Tapi mengerjakan tugas kelompok. Tolong bu jelaskan kepada mamah, please dong ah, thank you!)

Menghadapi masalah pelik seperti ini, jawaban yang diberikan mesti berupa bimbingan kearah yang lebih baik. Agar si anak merasa tidak ditekan, tetapi ia juga memahami posisi dan keadaannya bila sampai sikapnya tidak dikelola dengan baik. Gaya bahasa yang digunakannya seperti bunyi pesan di atas, menunjukan pergaulan kalangan remaja seolah sudah mengglobal.

“Sabar saja, Insya Allah nanti dijelaskan. Sekarang, ambil wudlu dulu, sholat dan berdo;a. Tapi besok setelah ibu menjelaskannya kepada mamah Lila, jangan lupa Lila meminta maaf ya, Ok?”

Ibarat air mengalir, kehidupan remaja yang penuh pancaroba seringkali berjalan ke berbagai arah. Tetapi kerap disikapi keliru oleh para orang tua. Padahal, sederas-derasnya air mengalir, tetap saja ia bisa dikedalikan dan dikelola dengan baik. Bila pengelolaannya tepat, aliran air dapat menggerakan turbin dan menghasilkan energy listrik yang bermanfaat bagi kehidupan. Sebaliknya, bila salah urus dan tidak dikendalikan, ia hanya akan menggenangi dan merendam sejumlah wilayah pemukiman.

Bolehkah Pacaran?
Doktrin ajaran Islam tidak mengenal istilah pacaran seperti yang difahami oleh umum dewasa ini, atau oleh kenyataan relasi antara lawan jenis yang bebas blas.

Ta’aruf yang diperkenalkan oleh agama, hanya sebatas saling mengenal. Memang mencintai dan dicintai adalah anugerah. Tetapi, campur tangan hawa nafsu yang kerap tidak menghiraukan batasan-batasan, akan mengubah anugerah itu menjadi bencana dosa.

Lila adalah contoh kecil dari kehidupan anak yang tengah beranjak dewasa. Informasi tentang etika pergaulan yang selaras dengan agama samar-samar ia dapatkan. Itupun tidak berupa pengajaran langsung. Ia hanya menerimanya dari sang Bunda yang kerap melarang ini dan itu dengan cara mengomel berkepanjangan.

Suatu kali, anak gadis seusia Lila mengajukan pertanyaan, “Mah bolehkah pacaran?” Di lain waktu, seorang pemuda usia 30 tahun meminta izin untuk menikah dengan kekasihnya yang seorang dokter, tanpa sepengetahuan kedua orang tua mereka berdua dengan pertimbangan khawatir terjerumus dosa.
Melihat pertanyaan dan permintaan di atas, dibutuhkan cara jitu untuk menjelaskannya tanpa dikesankan menggurui.

Sebagaimana perumpamaan yang disebut di atas, energy masa pubertas anak seusia Lila akan bermanfaat bila diarahkan ke hal-hal yang baik.

Dalam agama kita hanya dikenal ta’aruf atau saling mengenal. Upaya saling mengenal ini diarahkan kepada pengenalan, tabi’at masing-masing, agar dengan begitu kedua belah pihak dapat saling memahami tabi’at masing-masing, agar dengan begitu kedua belah pihak dapat saling memahami kelebihan dan kekurangannya. Rasa suka kepada lawan jenis yang kemudian berbalas, sebaiknya diarahkan menjadi pemicu semangat belajar. Bukan malah mengorbankan belajar.

Sebab, siapa tahu orang yang kita sukai hari ini akan berubah menjadi orang yang kita musuhi di keesokan hari. Sebaliknya, orang yang kita musuhi hari ini, bisa jadi orang yang kita sukai di esok hari. Belajarlah yang baik untuk persiapan hari esok. Jadikan rasa “mencintai” itu sebagai pemicu semangat meraih prestasi akademik.

Sementara itu bila intensitas pacarannya dikhawatirkan dapat mendorongnya ke jurang dosa, sebaiknya segera menikah saja. Prinsip Islam nikah itu untuk selamanya, bukan untuk sementara (kontrak). Al qur’an menyifati nikah itu sebagai mitsaqan ghalidhan perjanjian yang berat. Kurang elok bila perjanjian suci itu tidak sepengetahuan kedua orang tua yang telah melahirkan dan memelihara semenjak kecil. Masa orang yang begitu berjasa tidak diajak bicara dalam masalah besar seperti ini.

Boleh dan tidaknya menjalin kasih dnegan orang yang disukai bergantung kepada cara menjalin kasih tersebut. Bila berlebihan, tentu saja terlarang. Bila mengikuti rambu-rambu agama, maka ta’aruf merupakan langkah menuju kedewasaan.


Ditulis ulang dari Majalah Da’wah Islamiyah Risalah No. 11 Th.45 Shafar 1429/ Pebruari 2008 hal. 70-71

R

Rimba Permana

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com